Review Buku A untuk Amanda, Angkat Isu Mental Health, Feminisme, dan Pendidikan

Daftar Isi

 

Sampul Buku A untuk Amanda


Identitas Buku

·         Judul                 : A untuk Amanda

·         Pengarang       : Annisa Ihsani

·         Penerbit          : Gramedia Pustaka Utama

·         Editor                : Yuniar Budiarti

·         Proofreader           : M. Aditiyo Haryadi

·         Sampul             : Orkha Creative          

·         Tebal                 : 264 Halaman              

·         Terbit                : Maret, 2016

 

Review

Pertama kali baca novel ini, saya merasa ini bakal luar biasa karena mengangkat isu mental health, feminisme, dan agnostik dimana mental health emang lagi relate untuk masa kini, dan feminisme yang masih kental, serta bagaimana pandangan tokoh pertama tentang dirinya yang agnostik.

Kesan pertama ketika baca buku ini adalah, buku ini memberikan kesan seperti novel terjemahan karena budaya dan kebiasaan tokoh-tokohnya mengambil dari trend barat, awalnya saya bingung karena trend barat tapi dipadukan dengan nama tokoh khas Indonesia, saya masih agak ganjel sih.

Namun, tertutup dengan bagaimana cerita Amanda disajikan. Ini seperti buku harian Amanda yang bercerita dengan setiap bulan di masa-masa sekolahnya.

Menjelaskan bagaimana ketika nilainya sempurna dengan mendapatkan A di tiap mata pelajaran. Namun berubah ketika ia mengetahui fakta jika ada ekspektasi yang diberikan kepadanya sehingga guru menganggap Amanda sangat pintar dibandingkan temannya Helena, disini dimulailah kebimbangan bahwa dia telah menipu semua orang di sekolah, karena percaya dia tak sesempurna itu untuk mendapatkan semua nilai bagus kepadanya.

Mental health yang diangkat disini adalah depresi akibat Amanda yang terkena impostor syndrome atau sindrom penipu, ia merasa sudah menipu semua orang dan memanipulasinya untuk memberikan nilainya A, ini yang membuat Amanda Depresi, ditambah orang yang terdekatnya yaitu tommy pacarnya malah tidak aware dan malah menganggap bahwa Amanda lupa untuk bersyukur atau karena Amanda tidak mempunyai Tuhan disisinya.

Situasi ini banyak diderita oleh remaja, mereka sebetulnya banyak yang merasa lagi tidak baik namun orang-orang terdekatnya  yang malah kayak “kamu tuh lupa bersyukur kali!.”  atau “Coba kamu banyak doa, kamu tuh diingatkan untuk dekat dengan tuhan” atau “Kamu tuh butuh rukiyah biar setan energi negatif hilang.” Hal-hal begini yang bikin penderita makin kalap sama dirinya.

Depresi tuh berarti menandakan kalau ada yang salah dengan penderitanya entah karena mungkin ada sesuatu yang gak beres sama aktivitasnya maupun masa lalu, atau karena hormon-hormonnya yang lagi gak stabil. Depresi itu sama dengan penyakit lainnya, jangan kemana-mana cukup obati dengan dokter dan kasih dukungan.

Saya juga suka sama peran ibu Amanda yang mendukung anaknya untuk berobat, dan saya suka psikiaternya yang bisa menyeimbangkan bagaimana sikap si Amanda ini.

Karakter Helena adalah favorit kedua saya, jika isu mental health dibawah oleh Amanda, maka isu feminisme dibawah oleh Helena. Penggambaran tentang helena membuat kita paham bahwa jangan menilai seseorang hanya dengan hobi dan cara berpakaiannya. 

Dia adalah sosok tokoh yang sangat peduli dengan teman-temannya seperti Amanda. Semua orang menjudge Amanda perihal depresinya namun berbeda dengan Helena yang mendukungnya alih-alih pacar  Amanda sendiri.

Isu feminisme emang masih ada sampai sekarang, dimana ada perbedaan yang cukup signifikan orang-orang dalam memandang perempuan dan laki-laki. Misal hal-hal kecil, warna biru menggambarkan laki-laki, dan pink menggambarkan perempuan, dan saya yakin banyak di antara laki-laki yang malu memakai baju atau hal-hal berwarna pink.

Contoh lainnya, kadang saya masih jumpai laki-laki yang bilang “kalau laki-laki ngobrol itu tuh pembahasannya hal-hal berat, beda dengan perempuan yang paling ngomongin tentang pacar, cinta, skincare, make up, dan kpop,” maksudnya perempuan gak bisa ngobrolin hal-hal yang berat? Jangan salah, banyak tokoh-tokoh hebat adalah perempuan, Marie Curie seorang ilmuwan  perempuan penerima nobel, kamu kira Marie Curie tiap hari cuma ngomongin skincare? Kan gak lucu.

Buku ini menyajikan bagaimana bego-nya pendidikan yang hanya mengenal si siswa berprestasi dan si siswa yang gak berprestasi, padahal kan setiap orang punya kesempatan yang sama, siswa yang gak berprestasi belum tentu gak mau belajar, namun karena si gurunya sendiri yang menilai dan berekspektasi yah mau bagaimana lagi, usaha belajar seperti dipandang rendah.

Bahasanya terkesan kaku, dan banyak membawa bahasa sains terutama tentang fisika dan astronomi, tapi jangan khawatir karena itu ciri khas tokoh pertama, lagian ini bukan novel sci-fi dengan membawa ilmu  sebagai pengaruh isi ceritanya, gak. Kamu tetap bakal ngerti kok walaupun secara sainsnya masih belum paham.

Bagaimanapun, buku ini cocok buat dibaca kalau mau bacaan dengan alur cerita yang gak berat, saya masih agak ganjel sama trend barat yang dibawa sih tapi gak ngerusak ceritanya kok. Isi ceritanya sangat menarik, saya kasih nilai 5/5 deh. Wajib dibaca!

Kutipan Favorit

Kau tahu yang sering kudengar? Cowok lebih rasional, cewek lebih emosional. Cowo mengambil keputusan dengan logika, cewek dengan perasaan. Helena, ini tahun 2015 dan orang-orang masih percaya omong kosong itu.” Halaman 194.

“ Tadinya kukira orang mengalami depresi ketika ada sesuatu yang salah dengan hidup mereka. Tapi bagiku, depresi datang ketika segala hal dalam hidupku berjalan dengan sempurna.” Halaman 253.

“Alam semesta tidak punya kewajiban untuk membuatmu merasa berharga; aku yang harus melakukannya untuk diriku sendiri” Halaman 262.

Sinopsis

Amanda punya satu masalah kecil: dia yakin bahwa dia tidak sepandai kesan yang ditampilkannya. Rapor yang semua berisi nilai A, diyakini karena keberuntungan berpihak padanya. Tampaknya para guru hanya menanyakan pertanyaan yang kebetulan dia tahu jawabannya.

Namun tentunya, tidak mungkin ada orang yang bisa beruntung setiap saat, kan?

 Setelah dipikir-pikir, sepertinya itu bukan masalah kecil. Apalagi mengingat hidupnya diisi dengan serangkaian perjanjian psikoterapi. Ketika pulang dengan resep antidepresan, Amanda tahu masalahnya lebih pelik daripada yang siap diakuinya.

Di tengah kerumitan dengan pacar, keluarga, dan sekolahnya, Amanda harus menerima bahwa dia tidak bisa mendapatkan nilai A untuk segalanya.

 

 

 


Posting Komentar